Friday, July 27, 2012

Sendal Jepit Istriku


Oleh: Dhenok Habibie


Kisah ini mungkin sudah pernah sahabat blogger baca, tapi tak ada salahnya bukan kalau kita mengingat lagi kisah ini supaya makin banyak hikmah dan pelajaran yang bisa ambil. Kisah ini saya tulis ulang dari buku Dahsyatnya Sabar, karya Ahmad Hadi Yasin. Kisah sederhana tentang sebuah rumah tangga yang insya Allah bisa membuat kita makin bersyukur dan sabar, serta membuat kita makin menikmati indahnya Ramadhan.  Selamat membaca!!

****


            Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop ini rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin nggak ketulungan.

            “Ummi, ummi, kapan kau dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan. Kalau tak keaseman, ya kepedesan!” Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.

            “Sabar, Bi. Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khadijah. Katanya mau kayak Rasul?” ucap istriku kalem.

            “Iya, tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini,” jawabku dengan nada tinggi. Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat istriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya sudah merebak. Sepekan sudah aku keluar kota. Tentu, ketika pulang, benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan ‘Baiti Jannati’ (rumahku surgaku) di rumahku.

         Namun, apa yang terjadi? Kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta pora di dapur. Cucian? Ouw! Berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini, aku cuma bisa beristighfar sambil mengurut dada. 

            “Ummi, ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus-menerus seperti ini?” ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ummi, istri shalihah itu tak hanya pandai mengisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur setiap detail urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyeterika, nyuci, jahit baju, beresin rumah,” belum sempat kata-kataku habis, sudah terdengar ledakan tangis istriku yang kelihatan begitu pilu.

            Ah, wanita gampang sekali untuk menangis, batinku berkata dalam hati.

            “Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi istri shalihah? Istri shalihah itu tidak cengeng,” bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai di pipinya.

            “Bagaimana nggak nangis! Baru juga pulang, sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, untuk jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali,” ucap istriku diselingi isak tangis.

           “Abi nggak ngerasain sih bagaimana mualnya orang yang hamil muda,” ucap istriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.

            “Bi, siang nanti antar ummi ngaji, ya?” pinta istriku.

            “Aduh, mi! Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja, ya?” ucapku.

          “Ya sudah, kalau Abi sibuk, ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan,” jawab istriku.

            “Lho, kok bilang begitu?”

        “Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini, kepala ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah desak-desakan dalam kendaraan dengan suasana panas menyengat. Tapi, mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa,” ucap istriku lagi.

            “Ya sudah kalau begitu, naik bajaj saja,” jawabku ringan.

Pertemuan hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput istriku. Entah kenapa, hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat istriku mengaji.

            Di depan pintu, kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu per satu. 

            Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal

        Wanita memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu, aku membatin sendiri. Mataku tiba-tiba terantuk pada sebuah sandal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Dug! Hati ini menjadi luruh.


            Oh, bukankah ini sandal jepit istriku? Tanya hatiku. Lalu, segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini. Kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memerhatikan istriku. Sampai-sampai, kemana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara, teman-temannya bersepatu bagus. 


            Maafkan aku Maryam, pinta hatiku. Krek! Suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua wanita berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua wanita itu, kembali melintas wanita-wanita yang lain.

            Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung, sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi istriku belum juga keluar. Penantianku berakhir, ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas.

            Ini dia mujahidahku! Pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam, hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memerhatikan istri.

            Ya, aku baru sadar bahwa semenjak menikah, aku belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memerhatikan kekurangan-kekurangan istriku. Padahal, dibalik semua itu, begitu banyak kelebihannya. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini, aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang istriku tak pernah kuurusi. 

            Padahal, Rasul telah bersabda, “Yang terbaik diantara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli istrinya dengan baik. Sedang aku? Terlalu sering mengomel dan menuntut istri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa merasa menjadi suami terzalim!

            “Maryam,” panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.

            “Abi!” bisiknya pelan dan girang. Sungguh, aku baru melihat istriku segirang ini. Ah, kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput istriku? Sesal hatiku.

            Esoknya, aku membeli sepasang sepatu baru untuk istriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. 

            “Alhamdulillah, jazakallahu,” ucapnya dengan suara tulus. Ah, Maryam, lagi-lagi hatiku terenyuk melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh istri zuhud dan ‘iffah sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?

*91’91*


Kontributor:



30 comments

July 27, 2012 at 5:02 PM

subhannallah.. kisah inspiratif bgt.. maryam istri yg sholeha :)

July 27, 2012 at 5:05 PM

masya Allah,ceritanya baru saia baca. bagus.. hikmahnya dapat.
betapa pentingnya rasa kecil yang belum tersentuh bahkan terlihat.
heheh Perlu buat siapapun ^_^
sore

July 27, 2012 at 7:44 PM

Abi, umi sayang sama abi, umi gag pernah marah sama abi, abi orang yang paling umi sayang :D

Huaah ada yaa orang setegar itu :(

Anonymous
July 27, 2012 at 7:57 PM

Subhanallah...
Banyak pesan yang terdapat dalam tulisan ini. Salah satunya adalah seorang istri tidak hanya ngaji mulu' tapi harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik.

Kisah inspiratif :)

July 27, 2012 at 8:42 PM

tulisan yang bagus, trimakasih sudah mengingatkan saya

July 27, 2012 at 9:03 PM

Zuhud dan Qana'ah... 2 sifat Islam yang patut ada pada diri kita semua.
Inspiratif sekali...*membawa diri untuk bercermin... Aahhh...aku belum seperti Maryam

July 27, 2012 at 10:21 PM

Hmmm
Istri shalehah adalah perhiasan dunia By H Roma Irama :))

speechless...

July 27, 2012 at 10:25 PM

subhanallah...

July 28, 2012 at 1:43 AM

pengen bgt sy bs spt Maryam tp masih panjang kayaknya jalannya... suka susah :D

July 28, 2012 at 8:11 AM

seperti lagu ini :

Setiap keindahan perhiasan dunia
Hanya isteri salehah perhiasan terindah

Setiap keindahan yang tampak oleh mata
Itulah perhiasan, perhiasan dunia

Namun yang paling indah di antara semua
Hanya isteri salehah, isteri yang salehah

Setiap keindahan perhiasan dunia
Hanya isteri salehah perhiasan terindah

Hanya isteri yang beriman
Bisa dijadikan teman
Dalam tiap kesusahan
Selalu jadi hiburan

Hanya isteri yang salehah
Yang punya cinta sejati
Yang akan tetap setia
Dari hidup sampai mati
Bahkan sampai hidup lagi

July 28, 2012 at 8:58 AM

Subhanallah....
sedikit meneteskan air mata *terharu*
semoga Allah mengkarunia-i kita semua dengan pasangan yang senantiasa selalu syukur dan sabar....*hope

July 28, 2012 at 12:36 PM

Saya terharu membaca cerita ini. Tugas mulia istri ternyata sangat berat untuk dijalani dan penuh dengan tantangan

July 28, 2012 at 3:41 PM

Saya terharu kakaak.. Kisahnya manis sekali :')

July 28, 2012 at 5:56 PM

@Enny Ernawatisemoga bisa menjadi inspirasi dlm kehidupan kita ya mbak

July 28, 2012 at 7:10 PM

@Annur EL- KareemTerimakasih, kadang ada hal2 kecil yang terlupakan, padahal sesungguhnya hal yg kecilpun layak mendpat perhatian

July 28, 2012 at 7:11 PM

@Niar Ci Luk BaaHmmm...
Insya Allah masih ada, saya berharap salah satunya Niar sendiri

July 28, 2012 at 7:12 PM

@Sri Efriyanti Az-zahra Harahapmakasih kunjungannya Efriyanti.. semoga ada manfaatnya

July 28, 2012 at 7:13 PM

@anotherorionAlhamdulillah, terimakasih juga sdh berkunjung

July 28, 2012 at 7:15 PM

@nikenTidak hrs seperti Maryam kok, tetap menjadi Bunda Lahfy dengan bentuk ketaatannya serta kepeduliannya

July 28, 2012 at 7:16 PM

@@SobatBercahayahehehe... betul sekali, hidup bang Haji Rhoma

July 28, 2012 at 7:16 PM

@Ar-RizkyAlhamdulillah

July 28, 2012 at 7:17 PM

@ke2naiTetap seperti Mbak Myra Aja dengan mengoptimalkan kelebihan dan meminimalisir kekurangannya

July 28, 2012 at 7:19 PM

@MUHAMMAD RIDWANHalah malah nyanyi... tapi manteb kok.. lyricnya bukan suaranya, kalo suara kang Ridwan fals sejak lahir... qiqiqiqi

July 28, 2012 at 7:20 PM

@Diyah HafshahAmin... semoga Allah mendengar doa dan harapan mbak Diyah

July 28, 2012 at 7:21 PM

@Asep HaryonoBetul sekali mas, makanya Islam menempatkan wanita (ibu) sebagai sosok yg harus dihargai

July 28, 2012 at 7:22 PM

@armaeAlhamdulillah jika Arie berkenan membacanya, semoga dirimu tetep baik2 ya adik

July 29, 2012 at 8:27 AM

@Insan Robbani aih, ngumpet di balik mouse aja dah ... :D

July 29, 2012 at 10:51 PM

Allhamdulillah Abi sudah insyaf :) duh ini juga pelajaran buat aku untuk tidka selalu menuntut ini itu kepada suami ya :)

July 30, 2012 at 9:35 AM

alhamdulillah.. terimakasih kang, dan maaf baru bisa mampir kemari.. hehe :D

terimakasih juga bagi sahabat robbani yang suka dengan cerita diatas.. salam hangat selalu dari gamazoe ^^

July 31, 2012 at 12:14 AM

@MUHAMMAD RIDWAN akhirnya Roma Irama datang

Post a Comment

"Setelah dibaca tunjukkan kunjungannya dengan meninggalkan jejak dikolom komentar karena postingannya sopan maka diharap komentarnya juga yang sopan mohon tidak menulis komentar spam dan OOT disini"

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes