Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pada kesempatan lalu saya pernah berdiskusi disalah satu group teman perihal beribadah karena mengharap pahala dan surga dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Berawal dari sebuah kalimat yang pernah dilontarkan oleh seorang sufi bernama Rabiyah al Adawiyah yaitu “Aku beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla bukan karena aku mengharapkan masuk surga dan juga bukan karena takut masuk neraka!!
Dalam beribadah kepada Allah memang ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan, aspek yg utama adalah Mahabbah (Cinta), Khauf (Takut) dan Raja’ (berharap). Kita tidak boleh hanya membatasi aspek Mahabbah saja dengan mengesampingkan aspek yang lain seperti Khauf dan Raja’, ada sebuah analogi yang mengatakan ibarat sebuah burung yang terbang sayap yang satu berupa Khauf dan yang satunya adalah Raja' dan kepalanya menatap kedepan sebagai gambaran rasa ikhlas dan mahabbah kepada Allah, tidak berpaling kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
Salah seorang ulama Salaf berkata: “Barang siapa yang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan kecintaan semata maka dia adalah seorang zindiq, dan barang siapa yang beribadah kepada Allah dengan pengharapan semata maka dia adalah seorang Murji’ah, dan barang siapa yang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan ketakutan semata maka dia adalah seorang Haruriyyah (Khawarij), dan barang siapa yang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan kecintaan, ketakutan dan pengharapan maka dialah seorang mukmin sejati dan muwahhid (orang yang bertauhid dengan benar).” Oleh karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memuji sifat para Nabi dan Rasul-Nya, yang mereka senantiasa berdoa kepada-Nya dengan perasaan takut dan berharap, dan mereka adalah orang-orang yang selalu mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan siksaan-Nya
Beribadah untuk mengejar pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala memang sebuah cara dibenarkan oleh agama. Tidak perlu lagi diutak-atik atau dikritisi. Sebab sistem perpahalaan ini memang diajarkan langsung oleh Allah dan bukan sesuatu yang mengada-ada. Sistem Kejar Pahala’ ini adalah cara penghitungan yang paling adil, di mana seseorang akan diberikan reward sesuai dengan usahanya, juga akan diberian hukuman sesuai dengan pelanggarannya. dan kesemuanya akan diperhitungkan di hari akhir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri yang memperkenalkan sistem pahala, yang dalam Al-Quran atau As-Sunnah diterminologikan dengan beberapa sebutan antara lain: ajr, jazaa’, tsawab. Dalam terjemahan sering ditulis sebagai pahala saja. Kalau kita lakukan pencarian di dalam Al-Quran pada ketiga kata tersebut, maka kita akan menemukannya puluhan kali.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al Baqarah : 277)
"Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim". (QS Ali Imran : 57)
Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala membuat perumpamaan pahala itu seperti bulir-bulir gandum yang berkembang banyak, padahal asalnya hanya satu bulir saja.
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui". (QS Al Baqarah : 261)
Di ayat lain, bahkan urusan mengumpulkan pahala disetarakan dengan para pedagang yang sedang menghitung-hitung keuntungan bisnis sebesar-besarnya. Pahala-pahala itu diibaratkan proyek-proyek besar yang bisa didapat dengan modal yang murah. Sehingga orang Arab yang memang pedagang itu jadi keranjingan mendapatkan pahala.
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?" (QS. Ash Shaff ; 10)
Bisnis besar dengan keuntungan menggiurkan itu hanya dengan modal yang sedikit. Modalnya adalah beriiman kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad dengan harta dan jiwa. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan
"Kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Ash Shaff ; 11)
Sedangkan keuntungan besar yang ditawarkan adalah idaman semua manusia.
Pertama, ampunan dari Allah atas semua dosa.
Kedua, kepastian masuk surga.
Ketiga, pertolongan dan kemenangan di dunia dalam waktu dekat.
Banyak orang yang tidak menganjurkan untuk menghitung-hitung pahala. Padahal justru kita seharusnya memang sejak sekarang harus menghitung-hitungnya. Sebab di akhirat nanti, memang semua amal baik dan buruk kita akan dihitung dengan sistem penghitungan yang teramat sangat teliti. Karena itulah hari kiamat disebut juga dengan yaumul hisab, yang berarti hari penghitungan. Di masa itu, semua amal baik dan buruk kita akan dihisab .
Maka sudah menjadi keharusan buat setiap kita untuk mengukur kadar pahala amal baik dan dosa amal buruk yang telah dilewatinya selama ini, hikmahnya adalah agar kita bisa mendapatkan data perkiraan nilai kita sendiri. Dan dengan itu kita bisa mengoreksi diri sejak masih ada ajal di dunia untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pahala amal kita. Juga agar kita bisa mengurangi atau menihilkan dosa perbuatan buruk.
Allah Subhanahu wa Ta'ala pun pernah mempertanyakan tentang seseorang yang menghitung-hitung bahwa dirinya akan masuk surga, akan tetapi masih ada beberapa faktor yang belum dipenuhinya. Apakah kamu menghitung bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Apakah kamu menghitung bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Lafadz asli kedua ayat di atas menggunakan kata am hasibtum. Yang asal katanya dari hasiba-yahsibu maknanya adalah menghitung . Ayat ini bukan melarang seseorang untuk melakukan penghitungan, namun justru isyarat untuk mengerjakannya, namun dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala mengoreksi cara menghitungnya. Jangan sampai seseorang merasa sudah menghitung bahwa dirinya masuk surga, sementara melupakan beberapa elemen penting. Diantarnya bahwa mereka akan diuji atau memenuhi panggian berjihad.
Diriwayatkan bahwa Umar ra berkata, Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung di hari kiamat.
"Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan karunia yang lain yang kamu sukai pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman". (QS. Ash Shaff ; 12 - 13)
Banyak orang yang tidak menganjurkan untuk menghitung-hitung pahala. Padahal justru kita seharusnya memang sejak sekarang harus menghitung-hitungnya. Sebab di akhirat nanti, memang semua amal baik dan buruk kita akan dihitung dengan sistem penghitungan yang teramat sangat teliti. Karena itulah hari kiamat disebut juga dengan yaumul hisab, yang berarti hari penghitungan. Di masa itu, semua amal baik dan buruk kita akan dihisab .
Maka sudah menjadi keharusan buat setiap kita untuk mengukur kadar pahala amal baik dan dosa amal buruk yang telah dilewatinya selama ini, hikmahnya adalah agar kita bisa mendapatkan data perkiraan nilai kita sendiri. Dan dengan itu kita bisa mengoreksi diri sejak masih ada ajal di dunia untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pahala amal kita. Juga agar kita bisa mengurangi atau menihilkan dosa perbuatan buruk.
Allah Subhanahu wa Ta'ala pun pernah mempertanyakan tentang seseorang yang menghitung-hitung bahwa dirinya akan masuk surga, akan tetapi masih ada beberapa faktor yang belum dipenuhinya. Apakah kamu menghitung bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
"Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS Al Baqarah : 214)
Apakah kamu menghitung bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Lafadz asli kedua ayat di atas menggunakan kata am hasibtum. Yang asal katanya dari hasiba-yahsibu maknanya adalah menghitung . Ayat ini bukan melarang seseorang untuk melakukan penghitungan, namun justru isyarat untuk mengerjakannya, namun dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala mengoreksi cara menghitungnya. Jangan sampai seseorang merasa sudah menghitung bahwa dirinya masuk surga, sementara melupakan beberapa elemen penting. Diantarnya bahwa mereka akan diuji atau memenuhi panggian berjihad.
Dari Syaddan bin Aus ra. berkata bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang cerdas itu adalah yang menghitung dirinya di dunia sebelum dihitung di hari kiamat. Dan yang bekerja untuk masa sesudah kematiannya. Dan orang yang lemah itu adalah yang mengikuti hawa nafsunya tapi berharap kepada Allah" .
Diriwayatkan bahwa Umar ra berkata, Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung di hari kiamat.
Maimun bin Mahran berkata, Tidaklah seorang hamba Allah itu bertaqwa, kecuali dia menghitung-hitung dirinya sebagaimana dia menghitung rekannya, darimana makannya dan pakaiannya.
Akhirnya saya hanya bisa memberi catatan kepada kita yang merasa sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala, kerjakan apa yang Allah perintahkan dan tinggalkan apa yang dibenci dan dilarang oleh Allah, semoga kita benar-benar menjadi muslim dan mukmin seutuhnya. Amin.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pustaka dari sini
16 comments
Alhamdulillah....akhirnya saya menemukan ini!Artikel ini telah memberi sedikit pencerahan bagi saya.
Begini,mas..akhir2 ini saya sedang dibuat bingung dengan "pamrih ukhrowi, pamrih duniawi dan non pamrih"..Semester kmarin saya dapet matkul Etika Islam dan salah stu materinya adalah tentang keihlasan beribadah. Kata dosen saya, orang yg bribadah karna mengharap knikmatan duniawi disebut pamrih duniawi, org yg mengharap pahala disebut pamrih ukhrowi dan yg tidak mengharap apa2 disebut non pamrih, yaitu yg beribadah semata2 karna konsekuensi sbg hamba yg memang kewajibannya adalah untuk beribadah..Jadi yg perlu kita lakukan adalah non pamrih alias melaksanakan ibadah tanpa perlu mengharap pahala, mengharap surga maupun beribadah krn takut neraka, toh kalo emang ibadah kita bener Allah pasti ngasih surga juga...
Untuk beberapa hal saya stuju, tapi saya juga jadi bingung dan bimbang..kalo memang kita harus non pamrih, (pure tidak mengharap apa2), lalu salahkah kalau saya berdoa minta didekatkan dgn surga?atau kalo memang tanpa pamrih, lalu salahkah jika saya melakukan sesuatu yg baik lalu saya berharap itu dapat menghapus dosa?bukankah Allah adalah tempat meminta, mengapa kita tidak boleh meminta pahala atau dihapuskan dosa? dan ada banyak pertanyaan lain yg brkecamuk sputar pamrih versus iklas ini.
mas, bisakah memberi penjelasan ttg pamrih duniawi, pamrih ukhrowi dan non pamrih ? karna saya benar2 sedang dibuat bingung..makasih sebelumnya..
maaf baru mampir lagi,mas..udah mulai masuk kuliah jadi jarang online..
nah saya juga sering berpikiran begitu mas..menurut saya, harus ada keseimbangan antara kepentingan duniawi dan akhirat...selain itu, kalo toh kita pamrih ukhrowi, toh kita pamrihnya juga sama Tuhan kita sendiri, tempat bergantung segala, tempat meminta segala.. pamrih juga gapapa, toh emang kita diharuskan buat mencari bekal di akhirat, bener ga mas ?
makasih banyak ya mas, jadi nambah ni ilmunya...sbenernya aya juga masih banyak banget pertanyaan2 tentang Islam, tapi ga tau mesti nanya ke siapa....kapan2 pengen diskusi lagi, boleh ga mas?
salam ukhuwah.., ini link terkait tulisan diatas, smg bermanfaat...
http://rohis-facebook.blogspot.com/2011/07/apakah-ikhlas-berarti-tidak-boleh.html
barakallahi fiikum...
Salam alaikum, salam kunjung perdana dan salam ukhuwwah...
Setuju dengan postingan ini.. memang yang dimaksud menghitung amalan itu cenderung bermakna becermin atau berintrospeksi diri. Wajib pula kita menjaga hati dalam bertauhid, sebab yang memasukkan seseorang ke dalam surga bukanlah amalnya, melainkan semata-mata kehendak Allah.
"Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya." (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Bukankah tidak seorang pun mau dan mampu melakukan aktivitas peribadatan tanpa izin dan kehendak Allah Swt.
Syaikh Ibnu Ath-Thailah pernah berkata:
Beruntunglah kita yang Allah tetapkan dari zat mutlak menjadi manusia yang taat, bukan menjadi ahli maksiat. Alhamdulillah. :)
Allhamdulilah, terima kasih atas pencerahaannya..
@Hana NurainiSebenernya gampang aja, kita pakai logika yg sederhana saja, coba tanya pada dosennya,
"apakah mengajar itu juga ibadah,,?, kalau jawabnya "iya.", coba ditanya lagi "kira-kira mau gak jadi dosen mata kuliah ttg Islam tanpa digaji..?"
saya pengen tau apa jawabannya...,apakah dosen tsb termasuk "pamrih ukhrowi, pamrih duniawi dan non pamrih".
kadang2 manusia terlalu berlebihan dlm memahami Islam, contoh tauladan kita adalah Rasulullah..., Rasulullah adalah manusia yg paling Zuhud dan paling ma'rifat kepada Allah, tapi Beliau tidak meninggalkan urusan duniawi, dan beliau juga yang mengajarkan kita untuk tetap mencari kebaikan dunia dan akhirat. barangkali kata yang tepat adalah..., dunia adalah sarana sedng tujuan akhir tetap Akhirat...
@Hana NurainiBetul sekali Hana..., harus ada keseimbangan antara dunia dan akhirat, bagaimanapun kita msh hidup didunia yg perlu dihadapi dan diperjuangkan.
coba kita rumuskan satu persatu agar tidak rancu menyikapi terhadap amaliyah manusia
Amal dunia untuk dunia : orang2 sekuler
Amal dunia untuk akherat : orang2 muslim
Amal akhirat untuk dunia : orang2 munafik
Amal akhirat untuk akhirat : orang2 mukmin
Ada orang mendewakan-2kan dunia yaitu orang sekuler
ada orang yang menampikkan dunia yaitu orang ahlul bathin
Kita sebagai kelompok Ahlusunnah wal jamaah sbg pengikut Rasulullah hendaknya tidak blh membenci duniawi, tp menempatkan sbg sarana /ladang beramal, sedang tujuan utama adalah Akhirat serta ridhanya Allah.
banyak orang yg menggambarkan surga hanya sebatas suatu tempat yg teduh, sejuk dgn berbagai kenikmatan, atau bentuk materi yg lain, padahal nilai surga lebih dari itu disurga itu pula tempat rahmat dan ridhanya Allah, dan dijanjikan bisa memandang wajah Allah.
saran yakin saya mbak Hana sebagai seorang akademic akan berpikir moderat tp bukan liberal, meninggalkan pola pikir sektarian yg akan menimbulkan sifat2 taklid buta...
wah maaf panjang...
@Hana Nurainisama2, insya Allah kalau Mbak Hana ada waktu boleh kita berdiskusi dan belajar bersama-sama..
@Rohis Facebooksyukron sdh menambahkan referensi
@MUXLIMOwaalaikumsalam, salam ukhuwah
syukron sdh memberi masukan yg bermanfaat
@ucupAlhamdulillah kika bermanfaat
wow.. ternyata ada versi lengkapnya di sini.. :D.. yah.. dari begitu banyak dalil tentang Do'a dan keikhlasan, takut dan harap selalu ditekankan, trus kenapa kita malah takut terjebak didalamnya..? jadi teringat cerita tentang Iblis yang diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam as, bukan sujudnya, tapi perintahnya.. kira2 itu yang saya tangkap.. Wallahu' A'lam, Makasih Mas.. :)
Mas, izin untuk share di blog saya ya... Tentunya saya juga akan mencantumkan link ke blog mas sebagai credit... Terima kasih atas tulisannya... :-)
bribdah dgn brhrap pahala kyknya kurang bnr jg.krn tanpa di harap kalau yg namanya pahala pazti akan di berikanya tanpa kita mengharap.asalkan ibdh kita tlh memenuhi syrt dan rukunya,baik lahr mau bthnya.
Alangkah kerdilnya kita.ketika kita tidak bisa melihat betapa besar nikmat allah.yg tdk mungkin bisa kita hitung setiap detik. Setiap hela nafas. Detak jantung aliran darah. Semua sel syaraf. Yg ada dlm tubuh kita.apakah masih mau itung hitungan denganya.apakah engkau tidak percaya dgn kedermawaanya di akhirat kelak. Dgn semua janji2nya yg pasti. Semuanya bukan karna kehebatan kita. Kepintaran kita. amal kita. Jika bukan karna rahmat dan kasih sayangnya. Kita pasti tergolong org2 yg merugi.
Post a Comment
"Setelah dibaca tunjukkan kunjungannya dengan meninggalkan jejak dikolom komentar karena postingannya sopan maka diharap komentarnya juga yang sopan mohon tidak menulis komentar spam dan OOT disini"