Dua hari yang lalu seorang teman di account facebook bertanya tentang hakikat taqwa, yang dikirim melalui inbox saya, dan alhamdulillah baru kali ini saya bsa sedikit memberi gambaran tentang hakikat taqwa, karena kalau dijabarkan secara rinci akan sangat panjang dan tidak ada habisnya, tapi walau hanya sedikit uraian ini semoga bisa menjawab pertanyaan tersebut, dengan memberanikan diri jawaban ini saya share diblog yang sederhana ini, dengan harapan bisa bermanfat bagi kita semua. amin
Taqwa lahir sebagai konsekwensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut akan murka dan adzabnya dan selalu berharap limpahan karunia dan maghfirah-Nya.
Sebagaimana didifinisikan oleh para Ulama., taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihatmu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilanganmu dalam perintah-perintah-Nya. Ulama lain mmendifinisikan taqwa dengan mencegah diri dari adzab Allah dengan membuat amal sholeh dan takut kepada-Nya dikala sepi atau terang-terangan
Perhatian Al Qur’an terhadap sifat taqwa begitu besar, perintah dan dukungan untuk melaksanakannya banyak kita temukan dalam ayat-ayatnya, bahkan hampir disetiap halaman akan kita temukan kalimat taqwa.
Para shahabat dan salafus shaleh yang memahami betul tuntunan Al Qur’an mempunyai perhatian besar terhadap taqwa, terus berusaha mencari hakikatnya , saling bertanya satu sama lainnya dan berusaha mendapatkannya, dalam suatu riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar bin Khattab ra. Bertanya pada Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai bin Ka’ab menjawab:
Berpijak dari jawaban Ubai bin Ka’ab atas pertanyaan Umar bin Khattab tersebut saya mencoba menyitir kata-kata Sayyid Qutb dalam tafsir “Fi Zhilalil Qur’an”
“Itulah taqwa, kepekaan bathin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan…, jalan kehidupan yang selalu dityaburi dengan duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atasa segala sesuatu yang tidak bias diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas ditakuti…, dan masih banyak duri lainnya”.
Cukuplah kiranya, keutamaan dan pengaruh taqwa merupakan sumber segala kebaikan dimasyarakat, sebagai satu-satunya cara untuk mencegah kerusakan, kejahatan, kemaksiatan dan perbuatan dosa, Bahkan taqwa merupakan pilar utama dalam pembinaak jiwa dan akhlak seseorang dalam rangka menghadapi fenomena kehidupan, agar kita bias membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta agar kita bersabar atas segala ujian dan cobaan.
Itulah hakekat taqwa dan itulah pengaruhnya yang sangat menentukan dalam pembentukan pribadi dan jama’ah atau bersama. Disini kita cukup membahas factor-faktor terpenting yang bias menumbuh suburkan taqwa, mengokohkan dalam hati dan jiwa seseorang mu’min serta menyatukan dengan perasaan. Semoga kita bias mengikuti jejak menuju taqwa dan semoga mendapatkan yang terbaik. Amin ya Rabbal Alamin.
Taqwa lahir sebagai konsekwensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut akan murka dan adzabnya dan selalu berharap limpahan karunia dan maghfirah-Nya.
Sebagaimana didifinisikan oleh para Ulama., taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihatmu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilanganmu dalam perintah-perintah-Nya. Ulama lain mmendifinisikan taqwa dengan mencegah diri dari adzab Allah dengan membuat amal sholeh dan takut kepada-Nya dikala sepi atau terang-terangan
Perhatian Al Qur’an terhadap sifat taqwa begitu besar, perintah dan dukungan untuk melaksanakannya banyak kita temukan dalam ayat-ayatnya, bahkan hampir disetiap halaman akan kita temukan kalimat taqwa.
Para shahabat dan salafus shaleh yang memahami betul tuntunan Al Qur’an mempunyai perhatian besar terhadap taqwa, terus berusaha mencari hakikatnya , saling bertanya satu sama lainnya dan berusaha mendapatkannya, dalam suatu riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar bin Khattab ra. Bertanya pada Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai bin Ka’ab menjawab:
“Bukankah engkau pernah melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya”, jawab Umar
“Apa yang engkau lakukan saat itu?”
“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati”,
“Itulah taqwa”.
Berpijak dari jawaban Ubai bin Ka’ab atas pertanyaan Umar bin Khattab tersebut saya mencoba menyitir kata-kata Sayyid Qutb dalam tafsir “Fi Zhilalil Qur’an”
“Itulah taqwa, kepekaan bathin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan…, jalan kehidupan yang selalu dityaburi dengan duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atasa segala sesuatu yang tidak bias diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas ditakuti…, dan masih banyak duri lainnya”.
Cukuplah kiranya, keutamaan dan pengaruh taqwa merupakan sumber segala kebaikan dimasyarakat, sebagai satu-satunya cara untuk mencegah kerusakan, kejahatan, kemaksiatan dan perbuatan dosa, Bahkan taqwa merupakan pilar utama dalam pembinaak jiwa dan akhlak seseorang dalam rangka menghadapi fenomena kehidupan, agar kita bias membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta agar kita bersabar atas segala ujian dan cobaan.
Itulah hakekat taqwa dan itulah pengaruhnya yang sangat menentukan dalam pembentukan pribadi dan jama’ah atau bersama. Disini kita cukup membahas factor-faktor terpenting yang bias menumbuh suburkan taqwa, mengokohkan dalam hati dan jiwa seseorang mu’min serta menyatukan dengan perasaan. Semoga kita bias mengikuti jejak menuju taqwa dan semoga mendapatkan yang terbaik. Amin ya Rabbal Alamin.
11 comments
hahay pasang ya mas, terus semangat dalam mensyiarkan ISlam saya dukung :) btw maaf mas saya lom sempet obrak-abrik templatenya mungkin nanti malam soalnya saya sekarang ada keperluan offline :D
“Bukankah engkau pernah melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya”, jawab Umar
“Apa yang engkau lakukan saat itu?”
“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati”,
“Itulah taqwa”.
jawaban umar al faruq memang sederhana, tp inti taqwa bisa beliau jabarkan.
suka sekali postingan ini.
thanks akhi insan untuk share jawabannya disini.
@Mas Yudi Ananda:
hehehe...terima kasih mas, saya pernah coba2 cai dimbah Google tp gagal terus, pas nyoba artikelnya mas Yudi alhamdulillah berhasil.., jodoh kali ya...hehehe... oh iya thx dukungannya.
@Akhi ROe Salampessy:
iya nih cuman sedikit yg bisa saya share disini, tp moga yg sedikit ini banyak manfaatnya
terimakasih slalu setia kasih koment disini, tolong dikoreksi juga kalau ada salah..
segala sesuatu semestinya hanya bersumber dari-NYA dan berjalan sesuai aturan-NYA dan hanya untuk-NYA karena kita semua dan alam raya seisinya adalah milik-NYA dan akan kembali pada-NYA :) salam
dapet pelajaran berhara dari postingan ini..
semoga kita smua termasuk hamba yang selalu bertakwa padaNya...Amin..
@Blogs of Hariyanto
Setuju banget Mas, ada Istilah semua itu Dari Allah, untuk Allah dan Untuk Allah
salam kembali....
@Hana Nuraini
Amin ya Rabbal alamin
Terima kasih atas kunjungannya
Salam...
Insya Allah kita dapat menjadi hamba yg taqwa, walaupun berat untuk menujunya. :)
Salam Bloofer mas!,
Main2 kesini mas http://yudhimovic.blogspot.com
tambah lagi pengetahuan saya, bukan hanya untuk diketahui tapi Insya Allah harus dilaksanakan dalam setiap detak degup jantung. menjadi pribadi yang taqwa itu akan sulit jika batinnya blm peka ya? melatih bathin yg peka kadang suka sulit :(
trima kasih atas ilmunya mas :)
@Irma Devi Santika
melatih bathin yg peka itu bukan sulit..., hanya butuh kemauan, perjuangan dan ke-istiqomah-an, disamping juga berharap pada kemurahan Allah Ta'ala
berdzikir dengan baik dan benar dengan kontinyu insya Allah akan melatih kepekaan hati...
Terima kasih udah berkunjung disini
Post a Comment
"Setelah dibaca tunjukkan kunjungannya dengan meninggalkan jejak dikolom komentar karena postingannya sopan maka diharap komentarnya juga yang sopan mohon tidak menulis komentar spam dan OOT disini"